Pasar Tanah Abang dikenal sebagai pusat tekstil terbesar di Asia Tenggara. Namun, di balik megahnya Pasar Tanah Abang yang menjadi pusat perekonomian, ada masalah pelik yang tak mudah dituntaskan.
Semrawut, begitu citra yang melekat pada pasar yang sudah dibangun sejak tahun 1735 itu. Gubernur berganti, tapi kesemrawutan diturunkan ke gubernur selanjutnya. Para pedagang kaki lima (PKL) dianggap sebagai penyebabnya, lantaran menyerobot trotoar hingga bahu jalan.
Imbasnya, kendaraan yang melintas di sekitar Pasar Tanah Abang pun mesti bergumul dengan kemacetan, dan beradu tempat dengan para pejalan kaki, pendorong troli pakaian, hingga pedagang buah.
kumparan (kumparan.com) merangkum upaya penertiban Tanah Abang yang dilakukan mulai dari Gubernur DKI era Joko Widodo hingga Anies Baswedan. Berikut dirangkum pada Minggu (24/12):
1. Penertiban era Jokowi
Joko Widodo menjabat sebagai gubernur DKI periode 2012-2017. Meski hanya menjabat hingga tahun 2014, Jokowi pernah menerapkan kebijakan untuk menertibkan PKL di Tanah Abang. Pada tahun 2013, Jokowi merenovasi gedung blok G di Tanah Abang. Gedung itu diperuntukkan bagi para PKL yang tak kebagian kios di dalam pasar Tanah Abang.
Peresmian relokasi PKL tersebut dilakukan pada 2 September 2013. Tercatat, sebanyak 601 PKL yang sudah terdaftar, direlokasi. Fasilitas blok G Tanah Abang sendiri pun beragam, mulai dari internet gratis hingga taman bermain anak.
Peresmian pun digelar secara meriah sebagai momentum akan berakhirnya kesemrawutan Tanah Abang. Bahkan Jokowi turut berbelanja di blok G tersebut.
Pada mulanya, kios-kios di blok G memang ramai dikunjungi seperti harapan Jokowi. Posisinya yang strategis karena berada persis di sebelah stasiun Tanah Abang membuat kios-kios di pasar itu tak pernah sepi pengunjung.
Namun, setelah beberapa waktu berlalu, blok itu rupanya semakin sepi --sebagaimana prediksi para pedagang. Para pembeli satu per satu mulai meninggalkan blok G tersebut. Terlebih, saat Jokowi meninggalkan Jakarta dan menjadi Presiden RI.
Sepinya kios di blok G, mau tak mau membuat para PKL yang mulanya manut berjualan di kios-kios itu kembali turun ke trotoar. Tanah Abang kembali semrawut.
2. Penertiban era Ahok
Pada 14 November 2014, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) resmi menjadi Gubernur DKI menggantikan posisi Jokowi. Selama menjabat sebagai gubernur, Ahok juga terus berupaya untuk melakukan penertiban PKL Tanah Abang yang masih bandel berjualan di trotoar.
Ahok sempat mengatakan, upayanya untuk mengembalikan para PKL untuk kembali ke blok G diibaratkan seperti Tom and Jerry.
"Mesti sikat terus, kayak film Tom and Jerry, karena saya bilang, karena hukumannya enggak keras. Ya sudah tangkap dan sita barangnya saja," kata Ahok, Rabu 28/1/2015) di Balai Kota.
Ahok mengedepankan penegakan disiplin dan hukum kepada para PKL yang melanggar. Saat itu, Ahok mengatakan, akan terus menurunkan Satpol PP untuk menindak tegas mereka yang masih ngotot untuk berjualan di trotoar dan badan jalan. Bahkan, Ahok pun tak segan-segan untuk menyita barang para PKL yang berjualan di trotoar tersebut.
Namun, ketegasan Ahok untuk menertibkan para PKL tersebut ternyata dirasa tak mempan. Setiap kali Satpol PP berhasil menindak dan menyita barang para PKL yang berjualaln di trotoar, para PKL itu tak kapok untuk kembali berjualan di trotoar. Seperti kata Ahok sendiri, model penyelesaian ini hanya Tom & Jerry, tergantung pada petugas Satpol PP.
3. Penertiban era Anies
Gubernur Anies Baswedan mencoba melakukan pendekatan berbeda untuk mengatasi kesemrawutan Tanah Abang. Pendekatannya adalah memberi solusi bagi PKL, pejalan kaki, termasuk untuk masyarakat. Konsep sementara yang dikenal sebagai penertiban tahap 1 itu mulai diterapkan pada Jumat (22/12) kemarin.
Skema yang digunakan adalah memberikan ruang para PKL untuk berjualan di salah satu ruas di Jalan Jati Baru Raya sejak pukul 08.00 WIB hingga 18.00 WIB. Anies menyediakan sekitar 400 tenda untuk para PKL berjalan di salah satu jalur.
Sedangkan di jalur satunya, digunakan untuk lalu lintas bus TransJakarta ''Tanah Abang Explorer'' yang mengangkut para penumpang secara gratis. Selama penerapan itu, maka dua lajur di Jalan Jati Baru pun ditutup sejak pukul 08.00 WIB-18.00 WIB. Sehingga, kendaran yang biasa melintas di jalan tersebut, kini harus melalui jalan lain.
Baru dua hari berjalan, kebijakan yang diterapkan Anies ini menuai sejumlah pro kontra. Sejumlah PKL yang sudah berjualan di lahan yang disediakan Pemprov DKI mengaku senang, lantaran omzet yang mereka dapatkan berpotensi meningkat. Sementara PKL lainnya yang tak kebagian lahan, terus memburu Dinas UMKM DKI agar ikut diberi lahan.
Kritikan lalu muncul dari Dirlantas Polda Metro, Kombes Pol. Halim Pagarra. Menurutnya, ruas jalan boleh dimanfaatkan PKL jika memang sudah tak dilalui kendaraan. Namun dia keberatan jika jalan raya digunakan untuk PKL, meski sifatnya sementara hanya untuk 10 jam.
"Kita belum (tahu sampai kapan kebijakan tersebut diberlakukan), karena ini masih dievaluasi setiap saat. Nanti kita juga sarankan juga ke gubernur, diteruskan atau dihentikan," kata Halim saat dihubungi kumparan, Sabtu (23/12).
Untuk diketahui, konsep penataan ini masih bersifat sementara. Konsep jangka panjangnya adalah menyediakan lahan permanen yang terhubung dengan fasilitas transportasi yang terintegrasi, dikenal dengan konsep TOD (Transit Oriented Development). Rencananya, bangunan blok G akan dirobohkan diganti bangunan baru untuk menerapkan konsep jangka panjang tersebut.
Apakah konsep itu akan berhasil tangani kesemrawutan Tanah Abang? Kita tunggu saja.
0 Response to "Membandingkan Cara Jokowi, Ahok, dan Anies Atasi Semrawut Tanah Abangkumparan6"
Posting Komentar